April 25, 2025

Praktik Pungutan Liar (pungli) sudah merupakan budaya dan sudah mendarah daging di negeri ini. Pungli sudah bukan lagi rahasia umum, hampir setiap tempat dapat kita temui terutama di lembaga-lembaga pelayanan publik, baik pemerintah maupun non pemerintah dan berlangsung secara terbuka dan transparan tanpa ada perasaan bersalah bagi para pelaku pungli. Semua dilakukannya dengan sadar untuk mendapatkan penghasilan lebih dan memperkaya diri. Pungli dilakukan baik secara individu maupun berkelompok, dan semua berlangsung secara masiv. Pemerintah juga seakan tidak mampu berbuat apa-apa apalagi melakukan tindakan tegas, sehingga pungli semakin tumbuh subur dan berkembang dan menyentuh hampir semua lini.

Baik di Institusi Pemerintahan seperti Kelurahan dalam hal pembuatan KTP, di Kepolisian ada pengadaan SIM dan STNK. Kementerian Hukum dan HAM juga merupakan tempat bersarangnya pungli seperti Imigrasi, begitu juga di Kementerian Perhubungan seperti dalam pengurusan izin pelayaran, jembatan timbang dan lain-lain. Boleh dikata hampir semua lembaga pelayanan publik ada pungli bahkan di pasar pun ada palak-palak yang ujung-ujungnya menyengsarakan masyarakat. Pungli ibarat penyakit lama yang sudah kronis, parah sehingga sulit disembuhkan kecuali melalui tindakan dokter. Begitu pula dengan pungli hanya bisa  disembuhkan bila ada tindakan tegas dari pemerintah. Apa yang terjadi saat ini adalah adanya kecenderungan masyarakat kita untuk mengejar prestise dengan cara yang tidak benar, memperkaya diri dengan cara yang tidak halal tanpa memperhitungkan kesusahan orang lain, tanpa memperdulikan etika, aturan, hukum maupun agama.

Tindakan tegas yang akan diberikan pemerintah apabila terbukti melakukan pungutan liar agar diproses secara hukum dan dilakukan tindakan pemecatan bila pelakunya dari Aparatur Sipil Negara (ASN), adalah tindakan yang paling tepat mengingat praktek pungutan liar telah banyak merugikan masyarakat. Sanksi pemecatan bagi pelaku pungli ini penting untuk  memberikan efek jera kepada para pelaku pungli. Namun demikian pemberian sanksi jangan hanya dilakukan pada tingkat bawah atau pegawai rendahan, tetapi juga harus dilakukan dari tingkat atas. Setidaknya dua pasal Kitab Undang Undang Hukum Pidana dapat dikenakan pada pelaku praktik pungutan liar atau pungli, yaitu Pasal 368 dan Pasal 423. Pasal 368 ancaman hukumannya penjara maksimal sembilan tahun, sedangkan Pasal 423 ancaman hukumannya pidana penjara selama-lamanya enam tahun.

Siapapun yang terbukti harus diberikan sanksi tanpa pandang bulu, pemberantasan pungli harus dilakukan secara sungguh-sungguh disemua ruang dan lembaga pelayanan public tanpa melihat berapapun nilainya. Ini sudah waktunya untuk bersih-bersih pungli sampai keakar-akarnya, jangan biarkan para pelayan publik melakukan pungli sekecil apapun, pengawasan harus lebih ditingkatkan, inpeksi harus dilakukan melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT). Disamping itu juga perlu ada tindakan pencegahan untuk meminimilisir terjadinya praktek pungli melalui pembenahan ASN yang bergerak dibidang pelayanan publik, dengan melakukan evaluasi mulai dari peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan, perbaikan sistim pelayanan yang lebih cepat, membangun sistem kontrol yang baik dan penggunaan layanan secara elektronik. Apabila  hal ini dilakukakan dengan baik, yakin praktek pungli akan semakin berkurang bahkan hilang sama sekali, ini juga perlu komitmen dari semua unsur.