Pemerintah melarang segala jenis mudik baik lokal maupun mudik antarprovinsi sepanjang 6-17 Mei. Polri turun tangan menyekat pemudik selama masa larangan mudik berlangsung. 381 posko penyekatan didirikan, ratusan ribu personel siaga. Pengetatan masih dilawan dengan nekat curi start mudik banyak warga. Kementerian Perhubungan mengakui ada prediksi 7 persen atau 18 juta warga akan tetap pulang kampung. Ribuan santri juga sudah lebih dulu pulang, menyusul kemudian belasan ribu TKI kembali ke tanah air. Paling anyar, kemarin dilaporkan sebanyak 85 warga dari China dengan bebas masuk Indonesia dengan menggunakan pesawat sewaan. Laporan sebelumnya juga menyebut 454 WN India masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta. Padahal India saat ini tengah menjadi sorotan global akibat ‘Tsunami Covid-19’ dan juga mutasi varian B1617. 200 ribu orang lebih meninggal di sana. Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menilai ada ketidakberaturan antara kebijakan dengan fakta di lapangan. Cenderung kontraproduktif. Hermawan menilai warga sudah jenuh dengan kondisi covid-19 dengan segala aturan timpang tindihnya.
Hermawan menyebut pemerintah tak sekali dua kali mengeluarkan kebijakan yang tidak selaras antar kementerian dan lembaga. “Pemerintah di satu sisi menetapkan mudik dilarang, tapi di sisi lain instrumen pemerintah lain tidak sejalan dalam kebijakan, dan itu banyak sekali. Ada WNA masuk namun mobilitas dalam negeri jelas dilarang. Jadi sama saja akan ada peningkatan kasus, berpotensi besar,” kata Hermawan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (6/5). “Sekarang kemungkinan yang sudah mudik di luaran sana, banyak,” imbuhnya. Hermawan mengatakan, masyarakat akan mudah tersulut amarah dan kecewa dengan pelarangan. Oleh sebab itu, banyak kini masyarakat yang nekat untuk kucing-kucingan mudik.
Hermawan lantas meminta pemerintah untuk segera menutup pintu masuk tak hanya WN India, namun WNA lainnya. Ia menyebut kebijakan itu penting lantaran saat ini Indonesia sudah mengantongi tujuh varian corona yang berhasil teridentifikasi, yakni varian D614G, B117, N439K, E484K, B1525, B1617, dan B1351. “Seharusnya kedatangan WNA tetap tidak bisa ditoleransi. Karena kita sama halnya saat ke negara lain kita juga dibatasi,” kata dia. Inkonsistensi kebijakan pemerintah menurutnya juga terjadi kala Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno yang mengajak masyarakat mengunjungi destinasi wisata lokal selama libur Hari Raya Idulfitri 1442 hijriah pada Mei mendatang. Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas menilai larangan mudik pemerintah menurutnya merupakan keputusan tepat. Namun ia juga mewanti-wanti larangan mudik kali ini lebih sulit daripada tahun lalu. Darmaningtyas mengakui tingkat kesadaran masyarakat akan covid-19 semakin turun, alias warga sudah mulai jengah dan pasrah. Pandemi sudah berlangsung 15 bulan. Darmaningtyas juga menyoroti implementasi larangan mudik tahun ini. Justru, kata dia pembatasan transportasi saat ini malah akan berbahaya di saat para pemudik yang berupaya mengakali pemerintah cenderung tidak menerapkan protokol kesehatan covid-19.
Meski begitu, Darmaningtyas harap-harap cemas, peningkatan kasus covid-19 akan tetap terjadi di tanah air. Sebab, berdasarkan pengalaman kasus lebaran tahun lalu, terjadi penambahan jumlah kasus positif covid-19 baik secara harian maupun kumulatif mingguan melonjak hingga 93 persen sejak libur Idul fitri 22-25 Mei 2020. “Memang agak susah ketika masyarakat mengambil langkah mudik sebelum pelarangan, jujur saja pemerintah susah melarang. Jadi risikonya ada di masyarakat sendiri, tapi paling tidak dengan adanya larangan mudik, itu tidak akan terjadi penumpukan orang dalam waktu yang sama,” ungkapnya. Sementara perihal larangan mudik di tengah pemerintah yang tetap membuka pintu masuk WNA dan membiarkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) masuk ke Indonesia, Darmaningtyas mengakui bahwa pemerintah memang kurang tegas. Namun begitu, ia menyadari bahwa Indonesia memiliki 267 juta penduduk dengan berbagai latar kebudayaan dan mata pencahariaan. Susah menurutnya melakukan pembatasan ketat sebab pemerintah masih belum mampu memfasilitasi kebutuhan hidup mereka selama di kota perantauan. “Pemerintah ingin masyarakat tidak mudik, tapi juga akhirnya memaklumi pilihan-pilihan masyarakat sesuai kondisi ekonomi. Karena misalnya orang di-PHK menjelang lebaran dan tetap bertahan di kota, pemerintah bisa menjamin tidak?,” pungkasnya.
Sumber : CNNIndonesia.com