Harga minyak kembali naik setelah turun beberapa hari terakhir didorong penurunan pasokan gas Rusia ke Eropa yang menambah ketidakpastian pasokan energi global.
Minyak mentah berjangka Brent naik US$5,05 atau 4,9 persen menjadi US$107,51 per barel.
Sementara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik US$5,95 atau 6,0 persen menjadi US$105,71 per barel.
Harga minyak dan gas telah meningkat sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari lalu. Tindakan ini membuat negara Barat menjatuhkan sanksi kepada Negeri Beruang Merah, termasuk membatasi impor minyak.
Aliran gas Rusia ke Eropa melalui Ukraina turun setelah Kyiv menghentikan penggunaan rute transit utama. Ini merupakan pertama kalinya ekspor melalui Ukraina terganggu sejak invasi.
“Harga akan terus bergerak naik terutama jika Uni Eropa mencapai kesepakatan untuk menghentikan pembelian minyak Rusia tahun ini,” terang Presiden Lipow Oil Associates Andrew Lipow.
Angka terbaru pada persediaan AS menggarisbawahi dinamika yang mendorong harga lebih tinggi. Meskipun stok minyak mentah AS meningkat lebih dari 8 juta barel, stok bensin turun 3,6 juta barel dan stok produk sulingan juga turun.
Kapasitas penyulingan telah berkurang di AS dan negara tersebut telah menggenjot ekspor untuk memenuhi permintaan dari pembeli di luar negeri.
Kenaikan ini disebabkan pertumbuhan ekonomi global pasca pandemik Covid19 kemarin, ditambah masih ketatnya penambahan produksi oleh kartel minyak OPEC+. Hal ini bisa menimbulkan ketidakpastian ekonomi secara global.
Menurut Mamit, dengan mulai tumbuhnya perekonomian global, maka hal ini akan berpengaruh terhadap suplay dan demand minyak dunia.
Tercatat sepanjang 2020, konsumsi minyak dunia hanya 88.5 juta barrel per hari (Barrel Oil Per Day/BOPD), sedangkan di tahun 2021 meningkat terjadi peningkatan yang signifikan ke 96.2 juta BOPD.
Tahun 2022 ini, konsumsi minyak dunia diharapkan mencapai 99.53 juta BOPD, menyamai konsumsi di tahun 2019 sebelum pandemi terjadi.
“Tinggal bagaimana suplainya, di tengah OPEC+ yang masih menahan untuk memompa lebih banyak lagi minyak mereka. Apalagi, Rusia sebagai anggota OPEC+ saat ini sedang berkonflik. Hal ini bisa menimbulkan ketidakpastian pasokan dan pertumbuhan ekonomi secara global,” urai Mamit.
Mamit menyampaikan, dengan kenaikan harga minyak dunia saat ini maka bisa dipastikan ongkos produksi produk energi seperti BBM dan LPG akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini akan diikuti dengan kenaikan produk-produk lain, karena BBM dan LPG sebagai sumber energi primer untuk produk lain.
“Tidak bisa dipungkiri, kita harus mewaspadai efek domino dari kenaikan harga minyak dunia saat ini. Tidak melulu bicara BBM dan LPG, tetapi juga produk turunan yang dihasilkan, karena ada peningkatan ongkos produksi. Adanya kenaikan ini bisa menimbulkan inflasi kedepannya. Kita mesti mewaspadai ini,” tegas Mamit.
Dia juga mengingatkan, bahwa Indonesia sebagai net importir untuk minyak mentah maupun produk serta LPG, dimana produksi saat ini hanya berkisar di angka 670 ribu BOPD. Sedangkan konsumsi saat ini mencapai 1,3 juta BOPD dan impor LPG sebanyak 65 persen dari konsumsi nasional akan meningkatkan defisit neraca perdagangan.